Minggu, 29 Desember 2013

Perilaku, Kekuasaan, Kepemimpinan, dan Motivasi

1.      Mempengaruhi perilaku
Pengertian pengaruh
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 849), “Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.”
·      Kunci - Kunci Perubahan perilaku
Menurut Fisher & Gochros (1975), Perubahan perilaku adalah penerapan yang terencana dan sistematis dari prinsip belajar yang telah ditetapkan untuk mengubah perilaku maladaptif.
Karakteristik perubahan perilaku
-       Fokus kepada perilaku (prosedur perubahan perilaku dirancang untuk merubah perilaku bukan merubah karakter atau sifat seseorang) Perilaku yang diubah disebut target perilaku meliputi perilaku yang berlebihan atau perilaku yang tidak/kurang dimiliki oleh orang .
-       Prosedurnya didasarkan kepada prinsip-prinsip behavioral. Perubahan perilaku adalah penerapan prinsip-prinsip dasar yang awalnya berasal dari penelitian eksperimental dengan binatang dilaboratorium (Skinner, 1938).
-       Penekanannya kepada peristiwa-peristiwa didalam lingkungan. Perubahan perilaku meliputi asesmen dan perubahan peristiwa-peristiwa lingkungan yang mempunyai hubungan fungsional dengan perilaku
-       Treatment dilakukan oleh orang didalam kehidupan sehari-hari (Kazdin, 1994). Perubahan perilaku akan lebih efektif  apabila dikembangkan oleh orang-orang yang berada dilingkungan individu yang perilakunya menjadi target perubahan seperti guru, orangtua atau orang lain yang dilatih tentang perubahan perilaku.
-       Pengukuran perubahan perilaku. Melakukan pengukuran sebelum dan sesudah intervensi dilakukan untuk melihat perubahan perilaku. Asesmen terus dilakukan setelah intervensi untuk melihat apakah perubahan perilaku yang sudah terjadi dapat terjaga.
-       Mengabaikan peristiwa-peristiwa masa lalu sebagai penyebab perilaku. Penekanan perubahan perilaku kepada peristiwa-peristiwa lingkungan saat ini yang menjadi penyebab perilaku sebagai dasar pemilihan intervensi perubahan perilaku yang tepat.
-       Menolak hipotetis yang mendasari penyebab perilaku. Skinner (1974), menjelaskan bahwa dugaan terhadap penyebab yang mendasari perilaku tidak pernah dapat diukur atau dimanipulasi untuk menunjukkan hubungan fungsional perilaku.
·      Model mempengaruhi orang lain dan perannya dalam psikologi manajemen
Cara mempengaruhi orang lain dengan dasar pendekatan komunikasi persuasi dikemukakan oleh Aristotle yang menyatakan bahwa terdapat 3 pendekatan dasar dalam komunikasi yang mampu mempengaruhi orang lain, yaitu;
1.  Logical argument (logos), yaitu penyampaian ajakan menggunakan argumentasi data-data yang ditemukan. Hal ini telah disinggung dalam komponen data. Peranannya dalam psikologi manajemen adalah mengajak pembaca untuk dapat berpikir logis terhadap sesuatu hal sesuai dengan data – data yang ditemukan.
2.  Psychological/emotional argument (pathos), yaitu penyampaian ajakan menggunakan efek emosi positif maupun negatif. Misalnya, iklan yang menyenangkan, lucu dan membuat kita berempati termasuk menggunakan pendekatan psychological argument dengan efek emosi yang positif. Sedangkan iklan membuat kita jemu, bosan, muak, bahkan marah termasuk pendekatan psychological argument dengan efek emosi negatif. Peranannya dalam psikologi manajemen adalah melihat respon individu atas penyampaian ajakan yang menggunakan efek emosi positif maupun negatif, sehingga dapat mengetahui apa yang individu suka atau tidak.
3.  Argument based on credibility (ethos), yaitu ajakan atau arahan yang dituruti oleh komunikate/audience karena komunikator mempunyai kredibilitas sebagai pakar dalam bidangnya. Contoh, kita menuruti nasehat medis dari dokter, kita mematuhi ajakan dari seorang pemuka agama, kita menelan mentah-mentah begitu saja kuliah dari dosen. Hal ini semata-mata karena kita mempercayai kepakaran seseorang dalam bidangnya. Perananya dalam psikologi manajemen adalah jika orang tersebut merupakan individu yang kurang kritis maka akan lebih mudah untuk diarahkan atau dibentuk perilakunya akibat dari hanya percaya pada seseorang yang memiliki kredibel tersebut. Sedangkan untuk individu yang kritis maka individu tersebut tidak mudah mempercayai sepenuhnya walaupun dari seseorang yang memiliki kredibel tersebut, selain itu individu tersebut akan mengumpulkan informasi selain dari itu.
·      Wewenang dan peran wewenang dalam manajemen
Wewenang merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan(legitimate power)
Peran wewenang dalam manajemen.
-       Wewenang lini (linie authority) yaitu wewenang yang mengalir secara vertikal. Pelimpahan wewenang dari atas ke bawah dan pengawasan langsung oleh pemimpin kepada staf yang menerimanya. Peranan wewenang lini dalam manajemen yaitu seperti hierarki kekuasaan dimana semakin tinggi tingkat, maka ia semakin berkuasa atau berwenang untuk mengambil keputusan. Sama halnya dengan manajemen, semakin tinggi jabatan yang dimiliki maka semakin berkuasa atau berwenang dalam mengatur orang – orang atau kelompok yang berada dibawahnya.
-       Wewenang staf (staf authority) yaitu wewenang yang mengalir ke samping yaitu wewenang yang diberikan kepada staf khusus untuk membantu melancarkan tugas staf yang diberikan wewenang lini. Wewenang staf diberikan karena ada spesialisasi, adanya tugas tugas manajerial yang terkait dengan fungsi staf seperti pengawasan, pelayanan kepada staf, atau penasihat. Di atas telah dijelaskan bahwa wewenng staf ini memiliki peranan membantu melancarkan tugas staf yang diberikan oleh wewenang lini.

2.      Kekuasaan
·      Definisi Kekuasaan
Kekuasaan (power), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain untuk menurut pada kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. kekuasaan mencakup kemampuan untuk memerintah (agar yang diperintah patuh) dan juga memberikan keputusan keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi tindakan tindakan pihak lainnya.

·      Sumber-sumber kekuasaan menurut French dan Raven
French dan Raven (dalam Afzalur, 1989) membatasi lima jenis kekuasaan pemimpin (leader power) yang dinilai penting dan umum dalam organisasi yaitu :
1.  Coercive power
Bersumber pada persepsi bawahan bahwa atasan mempunyai kekuasaan untuk memberi tekanan/ hukuman. Dasarnya adalah persepsi bahwa hukuman berupa fisik atau psikis pada pihak lain agar menuruti kehendaknya.
2.  Reward power
Bersumber pada persepsi bahwa atasan dapat memberikan imbalan seperti yang diharapkan. Dasarnya adalah persepsi seseorang memiliki kemampuan untuk member hadiah pada pihak lain.
3.  Legitimate Power
Bersumber pada persepsi bahwa atasan punya hak untuk menetapkan segala sesuatu baginya. Didasarkan pada hak-hak formal yang diterima sejalan dengan posisi, peran, dan kewenangan dalam organisasi.
4.  Expert power
Bersumber pada persepsi bahwa atasan mempunyai sejumlah pengetahuan atau keahlian khusus yang diperlukan. Dimiliki oleh orang tertentu dan sangat berarti bagi orang lain, dengan keahliannya ia dapat menyuruh orang lain untuk menuruti kehendaknya karena orang lain merasa sangat tergantung padanya.
5.  Referent power
Bersumber pada ketertarikan atau identifikasi bawahan terhadap atasannya. Kemampuan ini berkembang dari kekaguman satu pihak Berta keinginan dari pihak pengagum untuk menjadi seperti yang dikagum

3.      Teori-teori Leadership
·      Definisi Leadership
Kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan dan mempengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan.
·      Teori-teori kepemimpinan partipatif
a.  Teori X dan Teori Y dari Douglas MX Gregor
Douglas McGregor menyatakan bahwa ada 2 pandangan tentang manusia, yang pertama pada dasarnya negative-Teori X adalah orang yang malas, yang harus dipaksa untuk bekerja, yang tidak mau dibebani tanggung jawab, dan yang kedua pada dasarnya positif-Teori Y adalah orang yang suka bekerja dan senang dapat tanggung jawab. McGregor berkesimpulan bahwa pandangan seorang manajer tentang sifat manusia didasarkan atas pengelompokkan asumsi tertentu dan bahwa manusia cenderung untuk menyesuaikan perilakunya terhadap bawahan sesuai dengan asumsi-asumsi tersebut.
b.  Teori System 4 dari Resis dan Likert
Gaya Kepemimpinan yang berlandaskan pada hubungan antara manusia melalui hasil produksi dari sudut pandang manajemen yang kemudian dikenal dengan Four Systems Theory. Empat Sistem Kepemimpinan menurut Likert tersebut antara lain :
1.    Sistem Otokratis Eksploitif
Pada sistem Otokratis Eksploitif ini, pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin. Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).
Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini antara lain:
a. Pimpinan menentukan keputusan
b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan
c. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman
d. Komunikasi top down
2.    Sistem Otokratis Paternalistic
Pada sistem ini, Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan memperbolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat.
Ciri-ciri dri sistem Otokratis Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain:
a. Pimpinan percaya pada bawahan
b. Motivasi dengan hadiah dan hukuman
c. Adanya komunikasi ke atas
d. Mendengarkan pendapat dan ide bawahan
e. Adanya delegasi wewenang
3.    Sistem Konsultatif
Pada sistem ini, Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan-keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
Ciri-ciri Sistem konsultatif antara lain:
a. Komunikasi dua arah
b. Pimpinan mempunyai kepercayaan pada bawahan
c. Pembuatan keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas
4.    Sistem Partisipatif
Sistem partisipatif adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila pemimpin secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, pemimpin tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
Ciri-ciri Sistem Partisipatif antara lain:
a. Team work
b. Adanya keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan
c. Komunikasi dua arah (top down and bottom up)
c.  Theory of leadership pattern choice dari Tennembaum dan Scmiat
Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.
Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.
Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.
Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.
·      Modern Choice Approach to Participation
Teori kepemimpinan model Vroom dan Yetton ini merupakan salah satu teori kontingensi. Teori kepemimpinan Vroom dan Yetton disebut juga teori Normatif, karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentana gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Vroom danYetton memberikan beberapa gaya kepemimpinan yang layak untuk setiap situasi.
·      Contingency Theory of Leadership dari Fiedler
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.
Favourableness Situasional, yaitu sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi situasi tertentu, ditentukan oleh tiga variabel situasi, yaitu :
1.  Hubungan Pemimpin-Anggota
Hubungan pribadi pemimpin dengan anggota kelompoknya.
2.    Tugas Struktur
Derajat struktur dari tugas yang diberikan pada kelompok untuk dikerjakan. Ciri ini ditaksir melalui empat skala pengharkatan yang dikembangkan oleh Shaw, yaitu skala tentang Goal Charity, Goal Path Multiplicity, Decision Verifiability dan Decision specificity
3.    Kekuasaan Kedudukan (Position Power)
Kekuasaan dan kewenangan yang berkaitan dalam kedudukannya. Besar kecilnya variabel ini diukur dengan suatu Checklist, yang disusun.
·      Path Goal Theory
Teori ini dikembangkan oleh Robert House. Inti teori ini adalah bahwa tugas pemimpin untuk memberikan informasi, dukungan, atau sumber-sumber daya lain yang dibutuhkan kepada para pengikut agar mereka bisa mencapai berbagai tujuan mereka. Istilah jalan tujuan berasal dari keyakinan bahwa para pemimpin yang efektif semestinya bisa menunjukan jalan guna membantu pengikut-pengikut mereka mendapatkan hal-hal yang mereka butuhkan demi pencapaian tujuan kerja dan mempermudah perjalanan serta menghilangkan berbagai rintangan.

4.     Motivasi

Definisi motivasi
Motivasi adalah sebuah konsep dalam psikologi yang telah didiskusikan dalam waktu yang cukup panjang sekitar satu abad, tapi motivasi masih sulit untuk didefinisikan. Motivasi, secara umum didefinisikan sebagai dorongan internal yang mendorong seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Dari satu perspektif, hal ini dilakukan dengan arah, intensitas, dan ketekunan (terus menerus dilakukan) atas perilaku sepanjang waktu. Dari perspektif lainnya motivasi berfokus pada hasrat atau keinginan untuk mendapatkan suatu tujuan, dimana motivasi diperoleh dari keinginan, kebutuhan, atau hasrat seseorang.

Drive Reinforcement Theory (Teori Penguatan Dorongan)
Drive reinforcement theory atau teori penguatan dorongan mendeskripsikan bagaimana ganjaran (reward) daat mempengaruhi (affect) perilaku. Prinsip utama dari teori ini adalah the law of effect (Thorndike, 1913), yang menyatakan bahwa probabilitas dari perilaku tertentu meningkat jika diikuti dengan suatu ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement). Begitupun sebaliknya. Dengan kata lain, ganjaran (reward) bergantung pada perilaku tertentu yang terjadi. Ganjaran/hadiah (reward) dapat berupa sesuatu yang nyata (uang atau barang) atau sesuatu yang abstrak/tidak nyata (pujian). Hal ini merupakan ide dasar dari sistem insentif (incentive system) pada dunia kerja utamanya, dimana ganjaran / hadiah (reward) bergantung pada produktivitas individu.

Expectancy Theory (Teori Harapan)
Teori harapan mencoba menjelaskan bagaimana ganjaran/hadiah (reward) mengarahkan kepada perilaku dengan memfokuskan dalam kognitif internal yang mengarahkan kepada motivasi. Yang paling tua dan paling terkenal adalah teori Vroom (1964), yang menempatkan motivasi atau dorongan (force) adalah fungsi matematis dari tiga tipe kognisi.
Force = Expectancy x ∑(Valences x Instrumentalities)
Keterangan:
Force: mewakili seberapa besar motivasi seseorang untuk melakukan perilaku tertentu atau suatu rangkaian dari suatu perilaku.
Expectancy: probabilitas subjektif yang dimiliki seseorang terhadap kemampuan dirinya untuk melakukan atau menunjukkan suatu perilaku.
Valence: nilai dari hasil atau ganjaran (reward) seseorang. Dalam perluasannya, hal ini mengenai seseorang yang ingin atau berhasrat pada sesuatu hal.
Instrumentalities: probabilitas subjektif dimana perilaku yang diberikan akan menghasilkan ganjaran (reward) tertentu.  

Goal-Setting Theory (Teori Tujuan)
Teori motivasi yang paling berguna untuk psikologi industri dan organisasi adalah teori tujuan (goal-setting theory) (Locke & Latham, 1990). Ide dasar dari teori ini adalah dimotivasi oleh intensi internal, objektif, atau tujuan mereka. Tujuan adalah konstruk terdekat, yang dapat dihubungkan agak mendekati perilaku yang spesifik.
Locke dan Henne (1986) mencatat empat cara dimana tujuan dapat mempengaruhi perilaku. Pertama, tujuan yang mengarahkan perhatian  dan aksi terhadap perilaku individu yang mempercayai akan tercapainya tujuan tersebut. Kedua, tujuan memobilisasi usaha seseorang untuk mencoba lebih keras. Ketiga, tujuan meningkatkan persistensi atau ketekunan, yang menghabiskan lebih banyak waktu dengan perilaku yang sesuai untuk pencapaian tujuan. Dan pada akhirnya, tujuan akan memotivasi pencarian strategi yang efektif untuk mencapai tujuan tersebut.

Maslow’s Need Hierarchy Theory (Teori Hierarki Kebutuhan Maslow)
Teori hierarki kebutuhan Maslow menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan manusia adalah perlu untuk fisik dan kesehatan psikologis. Dimana kebutuhan manusia disusun dalam suatu hierarki yang memasukkan kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis. Tingkat terbawah merupakan kebutuhan fisiologis yang memasukkan kebutuhan – kebutuhan fisik untuk bertahan hidup, seperti air, udara, dan makanan; Tingkat kedua terdiri atas kebutuhan keamanan, hal – hal tersebut yang melindungi kita dari bahaya, tingkat ini juga memasukkan kebutuhan untuk keamanan dan perlindungan; Tingkat ketiga dalah kebutuhan akan cinta, dimana kebutuhan untuk mencintai, kasih sayang, pertalian dengan orang lain (menjalin suatu hubungan) termasuk pada level ini; Tingkat keempat adalah kebutuhan akan penghargaan, dimana melibatkan menghormati / menghargai diri sendiri dan menghormati / menghargai orang lain; Dan pada akhirnya, di puncak dari hierarki atau tingkat kelima terdapat aktualisasi diri, dimana Maslow tidak mendefinisikan secara tepat. Hal ini menunjukkan pemenuhan dari tujuan hidup seseorang dan mencapai potensial seseorang, atau Maslow telah menyatakan, “the desire to become .... everything that one is capable of becoming” (Maslow, 1943, p. 382)

DAFTAR PUSTAKA

Cholisin, dkk. 2006. Dasar-dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: FISE UNY.
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Nasikun. (1993). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sarwono, sarlito W. (2005). Psikologi Sosial (psikologi kelompok dan psikologi terapan). Jakarta: Balai Pustaka.
Spector, Paul. 2000. INDUSTRIAL AND ORGANIZATIONAL PSYCHOLOGY Research and Practice. New York: John Wiley & Sons, Inc.