1. Mempengaruhi
perilaku
Pengertian
pengaruh
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 849), “Pengaruh adalah daya yang ada atau
timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan
atau perbuatan seseorang.”
·
Kunci - Kunci
Perubahan perilaku
Menurut Fisher &
Gochros (1975), Perubahan perilaku adalah penerapan yang
terencana dan sistematis dari prinsip belajar yang telah ditetapkan untuk mengubah
perilaku maladaptif.
Karakteristik perubahan perilaku
- Fokus
kepada perilaku (prosedur perubahan perilaku dirancang untuk merubah perilaku
bukan merubah karakter atau sifat seseorang) Perilaku yang diubah disebut
target perilaku meliputi perilaku yang berlebihan atau perilaku yang
tidak/kurang dimiliki oleh orang .
- Prosedurnya
didasarkan kepada prinsip-prinsip behavioral. Perubahan perilaku adalah
penerapan prinsip-prinsip dasar yang awalnya berasal dari penelitian
eksperimental dengan binatang dilaboratorium (Skinner, 1938).
- Penekanannya
kepada peristiwa-peristiwa didalam lingkungan. Perubahan perilaku meliputi
asesmen dan perubahan peristiwa-peristiwa lingkungan yang mempunyai hubungan
fungsional dengan perilaku
- Treatment
dilakukan oleh orang didalam kehidupan sehari-hari (Kazdin, 1994). Perubahan
perilaku akan lebih efektif apabila
dikembangkan oleh orang-orang yang berada dilingkungan individu yang perilakunya
menjadi target perubahan seperti guru, orangtua atau orang lain yang dilatih
tentang perubahan perilaku.
- Pengukuran
perubahan perilaku. Melakukan pengukuran sebelum dan sesudah intervensi
dilakukan untuk melihat perubahan perilaku. Asesmen terus dilakukan setelah
intervensi untuk melihat apakah perubahan perilaku yang sudah terjadi dapat
terjaga.
- Mengabaikan
peristiwa-peristiwa masa lalu sebagai penyebab perilaku. Penekanan perubahan
perilaku kepada peristiwa-peristiwa lingkungan saat ini yang menjadi penyebab
perilaku sebagai dasar pemilihan intervensi perubahan perilaku yang tepat.
- Menolak
hipotetis yang mendasari penyebab perilaku. Skinner (1974),
menjelaskan bahwa dugaan terhadap penyebab yang mendasari perilaku tidak pernah
dapat diukur atau dimanipulasi untuk menunjukkan hubungan fungsional perilaku.
·
Model mempengaruhi orang
lain dan perannya dalam psikologi manajemen
Cara mempengaruhi orang lain dengan dasar pendekatan komunikasi persuasi
dikemukakan oleh Aristotle yang menyatakan bahwa
terdapat 3 pendekatan dasar dalam komunikasi yang mampu mempengaruhi orang
lain, yaitu;
1. Logical
argument (logos),
yaitu penyampaian ajakan menggunakan argumentasi data-data yang ditemukan. Hal
ini telah disinggung dalam komponen data. Peranannya dalam psikologi manajemen adalah mengajak
pembaca untuk dapat berpikir logis terhadap sesuatu hal sesuai dengan data –
data yang ditemukan.
2. Psychological/emotional
argument (pathos),
yaitu penyampaian ajakan menggunakan efek emosi positif maupun negatif.
Misalnya, iklan yang menyenangkan, lucu dan membuat kita berempati termasuk
menggunakan pendekatan psychological
argument dengan efek emosi yang positif. Sedangkan iklan membuat kita jemu, bosan,
muak, bahkan
marah termasuk pendekatan psychological
argument dengan efek emosi negatif. Peranannya dalam psikologi manajemen adalah melihat
respon individu atas penyampaian ajakan yang menggunakan efek emosi positif
maupun negatif, sehingga dapat mengetahui apa yang individu suka atau tidak.
3. Argument
based on credibility (ethos), yaitu ajakan atau arahan yang
dituruti oleh komunikate/audience
karena komunikator mempunyai kredibilitas sebagai pakar dalam bidangnya.
Contoh, kita menuruti nasehat medis dari dokter, kita mematuhi ajakan dari
seorang pemuka agama, kita menelan mentah-mentah begitu saja kuliah dari dosen.
Hal ini semata-mata karena kita mempercayai kepakaran seseorang dalam
bidangnya. Perananya dalam psikologi manajemen adalah jika orang tersebut merupakan
individu yang kurang kritis maka akan lebih mudah untuk diarahkan atau dibentuk
perilakunya akibat dari hanya percaya pada seseorang yang memiliki kredibel
tersebut. Sedangkan untuk individu yang kritis maka individu tersebut tidak
mudah mempercayai sepenuhnya walaupun dari seseorang yang memiliki kredibel
tersebut, selain itu individu tersebut akan mengumpulkan informasi selain dari
itu.
·
Wewenang dan peran wewenang
dalam manajemen
Wewenang merupakan kekuasaan yang
memiliki keabsahan(legitimate power)
Peran wewenang dalam manajemen.
- Wewenang
lini (linie authority)
yaitu wewenang yang mengalir secara vertikal. Pelimpahan wewenang dari atas ke
bawah dan pengawasan langsung oleh pemimpin kepada staf yang menerimanya. Peranan wewenang lini
dalam manajemen yaitu seperti hierarki kekuasaan dimana semakin tinggi tingkat,
maka ia semakin berkuasa atau berwenang untuk mengambil keputusan. Sama halnya
dengan manajemen, semakin tinggi jabatan yang dimiliki maka semakin berkuasa
atau berwenang dalam mengatur orang – orang atau kelompok yang berada dibawahnya.
- Wewenang
staf (staf authority)
yaitu wewenang yang mengalir ke samping yaitu wewenang yang diberikan kepada
staf khusus untuk membantu melancarkan tugas staf yang diberikan wewenang lini.
Wewenang staf diberikan karena ada spesialisasi, adanya tugas – tugas
manajerial yang terkait dengan fungsi
staf seperti pengawasan, pelayanan kepada staf, atau penasihat. Di atas telah dijelaskan bahwa wewenng staf ini memiliki
peranan membantu melancarkan tugas staf yang diberikan oleh wewenang lini.
2. Kekuasaan
·
Definisi
Kekuasaan
Kekuasaan (power), diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk mempengaruhi pihak lain untuk menurut pada kehendak yang ada pada pemegang
kekuasaan tersebut.
kekuasaan mencakup kemampuan untuk memerintah (agar yang diperintah patuh) dan
juga memberikan keputusan – keputusan yang secara langsung
maupun tidak langsung akan mempengaruhi tindakan – tindakan pihak lainnya.
·
Sumber-sumber
kekuasaan menurut French dan Raven
French
dan Raven (dalam Afzalur, 1989) membatasi lima jenis kekuasaan pemimpin (leader power) yang dinilai penting dan
umum dalam organisasi yaitu :
1. Coercive
power
Bersumber
pada persepsi bawahan bahwa atasan mempunyai kekuasaan untuk memberi tekanan/
hukuman. Dasarnya adalah persepsi bahwa hukuman berupa fisik atau psikis pada
pihak lain agar menuruti kehendaknya.
2. Reward
power
Bersumber
pada persepsi bahwa atasan dapat memberikan imbalan seperti yang diharapkan.
Dasarnya adalah persepsi seseorang memiliki kemampuan untuk member hadiah pada
pihak lain.
3. Legitimate
Power
Bersumber
pada persepsi bahwa atasan punya hak
untuk menetapkan segala sesuatu baginya. Didasarkan pada hak-hak formal yang
diterima sejalan dengan posisi, peran, dan kewenangan dalam organisasi.
4. Expert
power
Bersumber pada persepsi bahwa atasan mempunyai sejumlah
pengetahuan atau keahlian khusus yang diperlukan. Dimiliki oleh orang tertentu
dan sangat berarti bagi orang lain, dengan keahliannya ia dapat menyuruh orang
lain untuk menuruti kehendaknya karena orang lain merasa sangat tergantung
padanya.
5. Referent
power
Bersumber
pada ketertarikan atau identifikasi bawahan terhadap atasannya. Kemampuan ini
berkembang dari kekaguman satu pihak Berta keinginan dari pihak pengagum untuk
menjadi seperti yang dikagum
3. Teori-teori Leadership
· Definisi Leadership
Kepemimpinan
adalah proses dalam mengarahkan dan mempengaruhi para anggota dalam hal berbagai
aktivitas yang harus dilakukan.
·
Teori-teori
kepemimpinan partipatif
a. Teori
X dan Teori Y dari Douglas MX Gregor
Douglas
McGregor menyatakan bahwa ada 2 pandangan tentang manusia, yang pertama pada
dasarnya negative-Teori X adalah orang yang malas, yang harus dipaksa untuk
bekerja, yang tidak mau dibebani tanggung jawab, dan yang kedua pada dasarnya
positif-Teori Y adalah orang yang suka bekerja dan senang dapat tanggung jawab.
McGregor berkesimpulan bahwa pandangan seorang manajer tentang sifat manusia
didasarkan atas pengelompokkan asumsi tertentu dan bahwa manusia cenderung
untuk menyesuaikan perilakunya terhadap bawahan sesuai dengan asumsi-asumsi
tersebut.
b. Teori
System 4 dari Resis dan Likert
Gaya
Kepemimpinan yang berlandaskan pada hubungan antara manusia melalui hasil
produksi dari sudut pandang manajemen yang kemudian dikenal dengan Four Systems Theory. Empat Sistem
Kepemimpinan menurut Likert tersebut antara lain :
1. Sistem Otokratis Eksploitif
Pada
sistem Otokratis Eksploitif ini, pemimpin membuat semua keputusan yang
berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya.
Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin.
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya,
memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan satu
arah ke bawah (top-down).
Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini antara lain:
a. Pimpinan menentukan keputusan
b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan
c. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman
d. Komunikasi top down
2.
Sistem
Otokratis Paternalistic
Pada
sistem ini, Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan
kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut.
Berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas
dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Pemimpin mempercayai bawahan
sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi
tidak selalu dan memperbolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide
bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih
melakukan pengawasan yang ketat.
Ciri-ciri
dri sistem Otokratis Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain:
a.
Pimpinan percaya pada bawahan
b.
Motivasi dengan hadiah dan hukuman
c.
Adanya komunikasi ke atas
d.
Mendengarkan pendapat dan ide bawahan
e.
Adanya delegasi wewenang
3. Sistem Konsultatif
Pada
sistem ini, Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah
setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat
keputusan-keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan
lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Pemimpin
mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin menggunakan
balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan
ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang
dibuat oleh bawahan.
Ciri-ciri
Sistem konsultatif antara lain:
a.
Komunikasi dua arah
b.
Pimpinan mempunyai kepercayaan pada bawahan
c.
Pembuatan keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas
4. Sistem Partisipatif
Sistem
partisipatif adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara
bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan
keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila pemimpin secara formal
yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan
pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, pemimpin tidak
hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba
memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Pemimpin
mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan insentif ekonomi
untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai
kelompok kerja.
Ciri-ciri
Sistem Partisipatif antara lain:
a.
Team work
b.
Adanya keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan
c.
Komunikasi dua arah (top down and bottom up)
c. Theory
of leadership pattern choice dari Tennembaum dan Scmiat
Tujuh
“pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola
kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip
dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan
proses pengambilan keputusan.
Demokrasi
(hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan
wewenang oleh bawahan.
Otoriter
(tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang
oleh pemimpin.
Perhatikan
bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis)
penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
Kepemimpinan
Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh
superior.”
Contoh:
Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering
untuk bertemu.
Kepemimpinan
Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk
membuat keputusan.”
Contoh:
Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali
seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
Kepemimpinan
Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka
pemimpin membuat keputusan.”
Contoh:
Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka
pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
Kepemimpinan
Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat
berubah oleh kelompok.”
Contoh:
Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk
bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
Kepemimpinan
Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh:
Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu
untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki
pertanyaan.
Kepemimpinan
Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa
keputusan yang benar.”
Contoh:
Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari
Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari
terbaik untuk bertemu.
Kepemimpinan
Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim
akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa
berita itu kepada tim.
· Modern
Choice Approach to Participation
Teori
kepemimpinan model Vroom dan Yetton ini merupakan salah satu teori kontingensi.
Teori kepemimpinan Vroom dan Yetton disebut juga teori Normatif, karena
mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentana gaya kepemimpinan yang
sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Vroom danYetton memberikan beberapa
gaya kepemimpinan yang layak untuk setiap situasi.
·
Contingency Theory of Leadership
dari Fiedler
Model
kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model
tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja
kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.
Favourableness
Situasional, yaitu sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi
situasi tertentu, ditentukan oleh tiga variabel situasi, yaitu :
1. Hubungan Pemimpin-Anggota
Hubungan
pribadi pemimpin dengan anggota kelompoknya.
2. Tugas Struktur
Derajat
struktur dari tugas yang diberikan pada kelompok untuk dikerjakan. Ciri ini
ditaksir melalui empat skala pengharkatan yang dikembangkan oleh Shaw, yaitu skala
tentang Goal Charity, Goal Path
Multiplicity, Decision Verifiability dan Decision specificity
3. Kekuasaan Kedudukan (Position Power)
Kekuasaan
dan kewenangan yang berkaitan dalam kedudukannya. Besar kecilnya variabel ini
diukur dengan suatu Checklist, yang disusun.
·
Path
Goal Theory
Teori
ini dikembangkan oleh Robert House. Inti teori ini adalah bahwa tugas pemimpin
untuk memberikan informasi, dukungan, atau sumber-sumber daya lain yang
dibutuhkan kepada para pengikut agar mereka bisa mencapai berbagai tujuan
mereka. Istilah jalan tujuan berasal dari keyakinan bahwa para pemimpin yang
efektif semestinya bisa menunjukan jalan guna membantu pengikut-pengikut mereka
mendapatkan hal-hal yang mereka butuhkan demi pencapaian tujuan kerja dan
mempermudah perjalanan serta menghilangkan berbagai rintangan.
4.
Motivasi
Definisi motivasi
Motivasi
adalah sebuah konsep dalam psikologi yang telah didiskusikan dalam waktu yang
cukup panjang sekitar satu abad, tapi motivasi masih sulit untuk didefinisikan.
Motivasi, secara umum didefinisikan sebagai dorongan internal yang mendorong
seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Dari satu perspektif, hal ini
dilakukan dengan arah, intensitas, dan ketekunan (terus menerus dilakukan) atas
perilaku sepanjang waktu. Dari perspektif lainnya motivasi berfokus pada hasrat
atau keinginan untuk mendapatkan suatu tujuan, dimana motivasi diperoleh dari
keinginan, kebutuhan, atau hasrat seseorang.
Drive Reinforcement Theory (Teori Penguatan Dorongan)
Drive reinforcement theory
atau teori penguatan dorongan mendeskripsikan bagaimana ganjaran (reward) daat mempengaruhi (affect) perilaku. Prinsip utama dari
teori ini adalah the law of effect (Thorndike, 1913), yang menyatakan bahwa
probabilitas dari perilaku tertentu meningkat jika diikuti dengan suatu
ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement). Begitupun sebaliknya. Dengan
kata lain, ganjaran (reward)
bergantung pada perilaku tertentu yang terjadi. Ganjaran/hadiah (reward) dapat berupa sesuatu yang nyata
(uang atau barang) atau sesuatu yang abstrak/tidak nyata (pujian). Hal ini
merupakan ide dasar dari sistem insentif (incentive
system) pada dunia kerja utamanya, dimana ganjaran / hadiah (reward) bergantung pada produktivitas
individu.
Expectancy Theory (Teori Harapan)
Teori
harapan mencoba menjelaskan bagaimana ganjaran/hadiah (reward) mengarahkan kepada perilaku dengan memfokuskan dalam
kognitif internal yang mengarahkan kepada motivasi. Yang paling tua dan paling
terkenal adalah teori Vroom (1964), yang menempatkan motivasi atau dorongan (force) adalah fungsi matematis dari tiga
tipe kognisi.
Force = Expectancy x ∑(Valences x Instrumentalities)
Keterangan:
Force: mewakili seberapa
besar motivasi seseorang untuk melakukan perilaku tertentu atau suatu rangkaian
dari suatu perilaku.
Expectancy:
probabilitas subjektif yang dimiliki seseorang terhadap kemampuan dirinya untuk
melakukan atau menunjukkan suatu perilaku.
Valence:
nilai dari hasil atau ganjaran (reward)
seseorang. Dalam perluasannya, hal ini mengenai seseorang yang ingin atau
berhasrat pada sesuatu hal.
Instrumentalities:
probabilitas subjektif dimana perilaku yang diberikan akan menghasilkan
ganjaran (reward) tertentu.
Goal-Setting Theory (Teori Tujuan)
Teori
motivasi yang paling berguna untuk psikologi industri dan organisasi adalah
teori tujuan (goal-setting theory)
(Locke & Latham, 1990). Ide dasar dari teori ini adalah dimotivasi oleh
intensi internal, objektif, atau tujuan mereka. Tujuan adalah konstruk terdekat,
yang dapat dihubungkan agak mendekati perilaku yang spesifik.
Locke
dan Henne (1986) mencatat empat cara dimana tujuan dapat mempengaruhi perilaku.
Pertama, tujuan yang mengarahkan perhatian
dan aksi terhadap perilaku individu yang mempercayai akan tercapainya
tujuan tersebut. Kedua, tujuan memobilisasi usaha seseorang untuk mencoba lebih
keras. Ketiga, tujuan meningkatkan persistensi atau ketekunan, yang
menghabiskan lebih banyak waktu dengan perilaku yang sesuai untuk pencapaian
tujuan. Dan pada akhirnya, tujuan akan memotivasi pencarian strategi yang
efektif untuk mencapai tujuan tersebut.
Maslow’s Need Hierarchy Theory (Teori Hierarki Kebutuhan Maslow)
Teori
hierarki kebutuhan Maslow menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan manusia adalah
perlu untuk fisik dan kesehatan psikologis. Dimana kebutuhan manusia disusun
dalam suatu hierarki yang memasukkan kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis.
Tingkat terbawah merupakan kebutuhan fisiologis yang memasukkan kebutuhan –
kebutuhan fisik untuk bertahan hidup, seperti air, udara, dan makanan; Tingkat
kedua terdiri atas kebutuhan keamanan, hal – hal tersebut yang melindungi kita
dari bahaya, tingkat ini juga memasukkan kebutuhan untuk keamanan dan
perlindungan; Tingkat ketiga dalah kebutuhan akan cinta, dimana kebutuhan untuk
mencintai, kasih sayang, pertalian dengan orang lain (menjalin suatu hubungan)
termasuk pada level ini; Tingkat keempat adalah kebutuhan akan penghargaan,
dimana melibatkan menghormati / menghargai diri sendiri dan menghormati /
menghargai orang lain; Dan pada akhirnya, di puncak dari hierarki atau tingkat
kelima terdapat aktualisasi diri, dimana Maslow tidak mendefinisikan secara
tepat. Hal ini menunjukkan pemenuhan dari tujuan hidup seseorang dan mencapai
potensial seseorang, atau Maslow telah menyatakan, “the desire to become .... everything that one is capable of becoming”
(Maslow, 1943, p. 382)
DAFTAR
PUSTAKA
Cholisin,
dkk. 2006. Dasar-dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: FISE UNY.
Munandar,
A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
Nasikun. (1993). Sistem
Sosial Indonesia.
Jakarta: PT.
Raja Grafindo
Persada.
Sarwono, sarlito W.
(2005). Psikologi Sosial
(psikologi kelompok dan psikologi terapan). Jakarta: Balai Pustaka.
Spector,
Paul. 2000. INDUSTRIAL AND ORGANIZATIONAL
PSYCHOLOGY Research and Practice. New York: John Wiley & Sons, Inc.